Untuk melaksanakan cita – citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan tokoh – tokoh sepakbola di Solo, Yogyakarta dan Bandung . Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri – ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga pematangan gagasan tersebut di kota Bandung, Yogya dan Solo yang dilakukan dengan tokoh pergerakan nasional seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain – lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil – wakil dari VIJ (Sjamsoedin – mahasiswa RHS); wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB), Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan (saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM) Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia) nama PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI.
Begitu PSSI terbentuk, Soeratin dkk segera menyusun program yang pada dasarnya “menentang” berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI melahirkan “stridij program” yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut “Steden Tournooi” dimulai pada tahun 1931 di Surakarta .
Kegiatan sepakbola kebangsaan yang
digerakkan PSSI , kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah
kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan – jalan atau
tempat – tempat dan di alun – alun, di mana Kompetisi I perserikatan
diadakan. Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap
dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan “Sepakbola
Kebangsaan” yang digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober 1933.
Dengan
adanya stadion Sriwedari ini kegiatan persepakbolaan semakin
gencar.
Lebih jauh Soeratin mendorong pula
pembentukan badan olahraga nasional, agar kekuatan olahraga pribumi
semakin kokoh melawan dominasi Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI
(Ikatan Sport Indonesia), yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga
(15-22 Oktober 1938) di Solo.
Karena kekuatan dan kesatuan PSSI yang
kian lama kian bertambah akhirnya NIVB pada tahun 1936 berubah menjadi
NIVU (Nederlandsh Indische Voetbal Unie) dan mulailah dirintis
kerjasama dengan PSSI. Sebagai tahap awal NIVU mendatangkan tim dari
Austria “Winner Sport Club “ pada tahun 1936.
Pada tahun 1938 atas nama Dutch East
Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para
pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun
terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi
protes Soeratin, karena beliau menginginkan adanya pertandingan antara
tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama
antara mereka, yakni perjanjian kerjasama yang disebut “Gentelemen’s
Agreement” yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek
(NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain itu, Soeratin juga
tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera NIVU (Belanda).
Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara sepihak
Perjanjian dengan NIVU tersebut.
Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI sejak tahun 1942, setelah sempat
menjadi ketua kehormatan antara tahun 1940 – 1941, dan terpilih kembali
di tahun 1942.
M asuknya balatentara Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam
berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai Iku
Kai, yakni badan keolahragaan bikinan Jepang, kemudian masuk pula
menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom kembali dalam
kongres PORI III di Yogyakarta (1949).
• Perkembangan PSSI
Pasca Soeratin ajang sepakbola nasional
ini terus berkembang walaupun perkembangan dunia persepakbolaan
Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas pemain, kompetisi
dan organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima di semua
lapisan masyarakat ini tetap bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai
induk dari sepakbola nasional ini memang telah berupaya membina timnas
dengan baik, menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil yang
diperoleh masih kurang menggembirakan.
Hal ini disebabkan pada cara pandang yang
keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas, tidak cukup hanya membina
Timnas itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting lainnya yaitu
kompetisi dan organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi nasional
kita telah tertinggal.
Padahal di era sebelum tahun 70-an,
banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di tingkat internasional
sebut saja era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto Suntoro
dan belakangan era Ronny Pattinasarani.
Dalam perkembangannya PSSI sekarang ini telah memperluas jenis kompetisi dan pertandingan yang dinaunginya. Kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI di dalam negeri ini terdiri dari
• Divisi utama yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi satu yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi dua yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi tiga yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus amatir.
• Kelompok umur yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain:
• Dibawah usia 15 tahun (U-15)
• Dibawah usia 17 tahun (U-170
• Dibawah Usia 19 tahun (U-19)
• Dibawah usia 23 tahun (U-23)
• Sepakbola Wanita
• Futsal.
PSSI pun mewadahi pertandingan – pertandingan yang terdiri dari
pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak perkumpulan
atau klub sepakbola, pengurus cabang, pengurus daerah yang dituangkan
dalam kalender kegiatan tahunan PSSI sesuai dengan program yang disusun
oleh PSSI. Pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh
pihak ketiga yang mendapat izin dari PSSI. Pertandingan dalam rangka
Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan pekan Olah Raga Nasional (PON).
Pertandingan – pertandingan lainnya yang mengikutsertakan peserta dari
luar negeri atau atas undangan dari luar negeri dengan ijin PSSI.
Dalam perkembangannya PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1
November 1952 pada saat congress FIFA di Helsinki. Setelah diterima
menjadi anggota FIFA, selanjutnya PSSI diterima pula menjadi anggota AFC
(Asian Football Confederation) tahun 1952, bahkan menjadi pelopor pula
pembentukan AFF (Asean Football Federation) di zaman kepengurusan
Kardono, sehingga Kardono sempat menjadi wakil presiden AFF untuk
selanjutnya Ketua Kehormatan.
Lebih dari itu PSSI tahun 1953 memantapkan posisinya sebagai organisasi
yang berbadan hukum dengan mendaftarkan ke Departement Kehakiman dan
mendapat pengesahan melalui SKep Menkeh R.I No. J.A.5/11/6, tanggal 2
Februari 1953, tambahan berita Negara R.I tanggal 3 Maret 1953, no 18.
Berarti PSSI adalah satu – satunya induk organisasi olahraga yang
terdaftar dalam berita Negara sejak 8 tahun setelah Indonesia merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar